Sabtu, 17 Januari 2015

Kita SUDAH Merdeka

Tahun 2015. Berarti sudah 70 tahun Indonesia merdeka. Bersamaan dengan hari ulang tahun kemerdekaan, biasanya akan ada berbagai lomba kepenulisan tentang Indonesia saat ini. Tidak sedikit yang berapi-api menuliskan bahwa Indonesia belum merdeka, para pahlawan hanya gugur secara sia-sia, negara ini dihancurkan oleh bangsanya sendiri, dan seabrek lagi kalimat yang bernada serupa. Hellloo... dikira 3,5 abad lebih dijajah itu enak? Dikira menyatukan beribu-ribu pulau itu gampang? Dikira proklamasi itu tidak ada artinya? Please deh.. sebelum-sebelumnya berkata "Jangan tanya apa yang negara berikan untukmu, tetapi tanyakan apa yang kamu berikan untuk negara?" Terus apa fungsinya kalimat itu? Dikira dengan menjelek-jelekkan lantas akan memperbaiki keadaan? Oke, mungkin memang belum semua rakyat yang sejahtera. Bahkan ada banyak pulau yang belum terjamah. Tetapi, apakah hanya keburukan yang terjadi di negeri ini? Apakah hanya ketidakadilan yang berlaku di tanah ini? Jawabannya pasti "tidak". Banyak prestasi yang ditorehkan oleh putra bangsa, meskipun tidak sedikit pula yang hanya menaruh tangan di atas pangkuan. Banyak langkah yang telah diusahakan untuk mencoba meniti satu langkah, meskipun banyak juga yang masih terpuruk menoleh ke belakang. Kenapa harus melihat dari satu titik hitam kalau ternyata sekelilingnya merupakan kertas yang putih bersih? Kritik itu perlu, tetapi jangan mengutuk dan justru membuat terpuruk. Meskipun Indonesia tidak butuh sekedar pujian, tetapi tidak seharusnya hanya cacian yang bisa kita lontarkan. Meskipun Indonesia tidak butuh sekedar kebahagiaan, namun tidak seharusnya kita selalu menampilkan kesedihan. Kita sudah merdeka. Pasti. Jawabannya jelas, kita sudah merdeka. Hanya saja, kita belum mengetahui bagaimana caranya menikmati kemerdekaan. Kita masih takut tidak bisa mempertahankan kemerdekaan. Kita tidak percaya dengan diri kita sendiri. Kita sudah merdeka.

Rabu, 14 Januari 2015

Rindu masa lalu

Rindu masa lalu...
Pasti semua orang memiliki kenangan. Entah itu pahit, manis, asin, asam, pedas, gurih, atau campuran dari keenamnya. Apakah kenangan bisa dihapus? Sepertinya tidak benar-benar dihapus. Mungkin kalaupun telah dihapus masih akan tersimpan di "Recycle Bin" otak kita. Oke, orang yang lupa masih bisa ingat kembali bukan? Meskipun seiring waktu mungkin akan sedikit mengubah kesan dari setiap kenangan itu sendiri.
Apabila ada yang memberikan suatu pengandaian, "ketika kamu diberi kesempatan untuk mengulang masa lalu, apakah yang ingin kauperbaiki?" Di sini saya akan menjawab "tidak ada". Seingin apapun untuk kembali ke masa lalu, mungkin akan lebih dipertimbangkan lagi mengenai hal apa yang dipikirkan. Kita bayangkan saja deh, kalau kita memperbaiki sesuatu atau meluruskan sesuatu di masa lalu terus kita kembali ke masa kini. Tiba-tiba di masa depan kita menemukan masalah yang di masa lalu telah kita hapus. Jadi posisinya kita belum pernah menemukan masalah itu. Nah loh.. bagaimana kita tahu cara penyelesaiannya yang tepat ya? Kalau misal masa lalu tadi tidak kita ulang dan perbaiki, misal ada masalah tersebut lagi di masa depan kita bisa tahu jalan yang tepat. Dari masa lalu kita juga bisa mendapatkan makna. Sesuatu yang bermakna itu sebelumnya kan menimbulkan kesan. Nah, kesan itu kan pasti berasal dari sesuatu yang menarik. Entah itu menarik karena saking hancurnya maupun karena saking suksesnya. Tidak lucu juga kan kalau masa lalu hanya datar-datar saja tanpa kesan dan makna yang mendalam. Okey... masih tetap tergantung persepsi masing-masing individu sih. Yappp! Tetap semangat bertahan pada poros. :) Menengok juga perlu. Jangan dulu berlari..

Dimana simpulnya?

Merasa aneh tidak kalau tiba-tiba kita disuruh memilih antara kanan atau kiri? Misal dari pihak penanya mungkin berpikir yang memilih kanan adalah orang yang baik karena kanan biasanya mencirikan suatu kebaikan, sedangkan kiri adalah sebaliknya. Terus, dari pihak penjawab memilih kiri dengan landasan kalau kiri itu rela berkorban demi kanan. Contohnya saja dari tangan manusia. Biasanya kalau untuk kotor-kotor menggunakan tangan kiri. Berarti tangan kiri baik banget kan ya? Nah, dari hal tersebut dapat kita telaah. Dimana itu simpulnya antara penanya dan penjawab? Kalau mau bertemu pada satu titik pertemuan seharusnya berdasar pada landasan yang sama kan? Apa fungsinya kalau masih memegang tali dengan kedua tangan sendiri-sendiri? Alasan itu perlu, tapi hanya berhenti pada titik itu. Apa guna kita berkoar-koar bahwa proses lebih penting daripada hasil kalau ternyata hanya melihat bahwa pilihan lebih penting daripada alasan? Jangan dulu berlari tanpa sempat bertanya pada hati. :) Mungkin bisa jadi rumus "tiga derajad pengaruh" itu berlaku.

Flashback atau Regresif?

Apa itu "flasback"..? dan apa itu "regresif"? Berdasarkan ilmu yang saya dapatkan ketika SMP dan SMA, flashback dan regresif merupakan contoh alur cerita. Kata lain dari flashback adalah alur sorot balik atau bisa juga disebut alur maju mundur. Sedangkan regresif adalah alur mundur. 
Menurut KBBI, regresif /re·gre·sif/ /régrésif/ a bersifat regresi; bersifat mundur; berurutan mundur. Untuk pengertian kata flashback, sorot balik dan maju mundur, tidak ditemukan di KBBI.
Alur mundur (Regresi) adalah sebuah alur yang menceritakan tentang masa lampau yang memiliki klimaks di awal cerita dan merupakan jalinan/ rangkaian peristiwa dari masa lalu ke masa kini yang disusun tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian dari awal sampai akhir cerita. 
Alur sorot balik merupakan alur yang dimulai dari awal/masa sekarang, masa lalu, kembali ke masa sekarang, kemudian masa depan.
Sebenarnya banyak versi untuk pembagian alur ini. Ada yang berpendapat kalau regresif dan flashback itu sama. Ada pula yang berpendapat kalau falashback dan regresif itu berbeda, namun antara regresif dan maju-mundur itu berbeda. Jadi ya sama seperti pendapat saya sebelum-sebelumnya. "Tergantung persepsi masing-masing." Kalau dari saya sendiri mencoba memahaminya dari pemakaian kata untuk bahasa sehari-hari saja. Anak muda zaman sekarang sering menggunakan kata "flashback" merujuk pada posisi "mengenang masa lalu". Nah, dari hal tersebut dapat diketahui kan? Flashback berarti alur sorot balik atau maju mundur, alasannya karena ketika kita mengenang masa lalu posisi kita berada di masa sekarang. Setelah tahap pe-ngenang-an selesai kita juga pasti akan kembali sadar ke masa sekarang. Jadi sudah jelas kalau hal tersebut maju mundur. Kalau misal disamakan dengan regresif pasti tidak bisa kan? Mana mungkin kisah hidup akan berjalan mundur dan tidak kembali ke masa kini? Kecuali kalau itu pada cerita yang dituangkan dalam tulisan.
Dari hal-hal tersebut dapat ditemukan beberapa hal pula. Bahasa lisan dan bahasa tulis itu sangat berbeda dan keduanya perlu diwaspadai. :) Hidup sesungguhnya menggunakan alur flashback. Meskipun hanya sesekali, karena kita harus "ber-progresif".

Minggu, 11 Januari 2015

AKU DAN INDONESIA

Katakan dengan bangga..  INDONESIA...


air mata itu layak amat sangat layak dikeluarkan, bahkan jika harus darah itu keluar untuk mengembalikan jiwa nasionalis, ketika jiwa kebangsaan saja luntur, bagaimana bisa negeri ini tegak berdiri..
merdeka adalah ketika bangsa mencintai negaranya..
INDONESIA !!! aku cinta negaraku, apapun keadaanmu :" (Safina, AA.)
Top of Form
Suka ·  · Bagikan
Anda menyukai ini.
Bottom of Form

 Tambatkan hati di seluruh penjuru negeri. Langkahkan kaki di setiap sudut nusantara. Hentakkan langkah menuju INDONESIA LUAR BIASA!!! :)


Foto berasal dari potongan film "Tanah Surga ..katanya.."

Siang dan akhir senja



Rasa

Luka...
seperti terbakar dalam lautan
memar-memar yang disentakkan
permata yang tidak sepadan
Tangis...
nanar yang terabaikan
rendahnya diri dalam isakan
senjata jiwa tak terbantahkan
                        Terbang...
jauh mengepak membiarkan
coba melangkah menuntaskan
merangkul angan memeluk awan

Apakah kita saling mengenal?


Terlihat

Melihat itu mudah. Apalagi kalau menilai dari sekedar melihat, pasti mudah.
Tidak seharusnya kita hanya melihat, menurutku kita harus mengenal. Jangan sampai menganggap seseorang itu payah, jahat, egois, bla bla bla kalau bahkan belum pernah berbicara dari hati ke hati dengan orang tersebut. Jangankan dari hati ke hati, bahkan sekedar tanya siapa nama lengkapnya, berapa umurnya, apa hobinya saja tidak pernah. Mengenal tidak hanya sekedar mengetahui namanya ya. 

Jumat, 09 Januari 2015

Mengalir, menuju satu muara

Tumbuhan Eceng gondok (Eichornia sp.) yang terbawa aliran dari sungai pasang surut menuju laut lepas.

Nampak, namun tak terlihat

Ketika gamang di tengah keramaian.. Ketika bimbang di antara rintik hujan.
Aku ada. Aku nyata.
Teriakku bahkan tak terdengar. Lukaku bahkan tak terlihat. Tanyaku bahkan tak terjawab. Sesalku bahkan tak terasa.. Namun inilah aku. Terserah siapa kamu. Terserah siapa mereka. Terserah siapa kalian. Ini sakitku. Ini tawaku. Ini tangisku. Ini bahagiaku. Ini ceritaku. Beginilah aku hidup.
Justru hampa akan kurasa ketika aku di antara mereka.


 

Kamis, 08 Januari 2015

Jangan Dulu Berlari

Jika memang telah meluap, apakah itu sudah pasti?
Jika memang telah lama terabai lalu silih berganti kembali,
apakah harus datang dihampiri?
Jika memang telah benar mengusik, apakah mampu melahap sakit?
Hanya cukup sedikit pemantik, akan mudah ia tersulut
Hanya dengan satu kepakan, cukup ia meluluh-lantakkan
Kenali dulu hatimu, kenali dulu hatimu
Pastikan persaanmu, kesalahan langkahmu akan terasa di akhir tujuanmu
Jangan terburu berlari tanpa sempat bertanya pada hati

Yakini dirimu

Rabu, 07 Januari 2015

Jemari

Jemari-jemari alunkan senandung rindu
berganti melodi syair nan merdu
waktu berdetik, berdentang syahdu
terlarut lautan haru biru
teranum senyum memikat sendu
Jemari-jemari saksi bersujud
titian kasih cita terwujud
merenda kisah di tepian sudut

Selasa, 06 Januari 2015

Benar

Sebenarnya memang belum menemukan yang benar-benar benar, karena kebenaran yang sebenarnya tidak cukup hanya dengan pembenaran yang sebenarnya tidak begitu benar. Tulisan inipun tidak sepenuhnya benar karena sebenarnya saya belum mengerti yang mana yang benar.

Minggu, 04 Januari 2015

Terus Melaju

Meski tragedi tak lepas terjadi,
tak ada salahnya andaipun kita mengobar bara
bara menyala di tengah hiruk-pikuk kekacauan
bara membara ketika tak ada lagi yang peduli
bara semangat sang pengisi kekosongan
Sedu sedan sekelumit anak yang luluh bergeming ini,
senandung merdu sang penerus generasi itu,
maupun bulan tua yang setia menyapa..
turut pula menjadi saksi dari sebuah rangkai kehidupan
Justru segelintir orang hidup dalam dunia kebohongan belaka
yang ada hanyalah arang-arang kemunafikan
Namun... engakau lah sang penyulut amunisi
tetaplah bertahan dalam retorika hayat ini

jangan biarkan sebatas isapan jempol belaka

Sadar

Tidakkah mereka mengais ingatannya...

Siapa yang membuat mereka di atas sana???






Cukup Satu Kali

Kenampakan yang indah, didapatkan setelah menemui ketersesatan. Dilihat dari atas tebing curam..
Biarkan aku tetap bertahan
biarkan aku tetap diam
biar aku tak bergeming
Abaikan aku dalam sepiku
abaikan aku dalam gulitaku
biar aku tetap mematung
Acuhkan aku untuk meragu
acuhkan aku untuk menjauh
biar aku tetap mengaduh

Tahukah mereka?

Beban hidup di tengah keramaian semu
membungkukkan mata dalam seonggok ketakutan
gundah itu senantiasa menemani kebimbangan
luka bara yang tersiram air samudra
terbakar hati oleh sengatan kilat api
sandarkan memori pada hasrat nan renta
terpendar satu kepakkan bebas kan terbang

Apakah harus?
apakah harus diri ini terbang tinggi....
apakah harus diri ini melenggang pergi...
atau jika memang harus...

aku lebih memilih untuk bebas berlari!!

Tak Perlu Aku

Tak perlu aku mencarimu,
karena kamu yang akan menemukanku...
Tak perlu aku datang mendekatimu,     
karena kamu yang akan menemuiku...
Tak perlu aku mendatangimu,
karena kamu yang akan menghampiriku...
Tak perlu aku meraih tanganmu,
karena kamu yang akan menyentuhku...
Tak perlu aku menggapaimu,
karena kamu yang akan meraihku...
Tak perlu aku merangkulmu,
karena kamu yang akan memelukku...
Tak perlu aku memaksamu,
karena kamu yang akan memintaku...

Sudut Pertemuan



Jangan-jangan

Jangan-jangan peribahasa “air beriak tanda tak dalam” hanya untuk digunakan agar kita tak berani berkata apa-apa.. Jangan-jangan peribahasa “air tenang menghanyutkan” hanya digunakan agar kita cukup diam saja melihat ketidaknyamanan. Jelas bukan? Semua hanya tergantung persepsi masing-masing.. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.. Tergantung sejauh mana kita mengenal diri sendiri.

Belajar

Masih perlukah penjelasan apabila bukti telah jelas adanya? Kenapa pembahasan harus dibuat berpanjang-lebar, toh tabel digunakan untuk menjelaskan pembacaan hasil pengamatan? Apa fungsinya kalau dibuat bertele-tele kalaupun hanya mengulang dasar teori. Apa fungsinya saya berkata kesana-kemari, ketika sudah jelas kalian mengetahui nyatanya? Masih perlukah sampah-sampah dilontarkan hanya sekedar untuk meng-iya-kan? Bukankah seharusnya menemukan bukan sekedar membenarkan.
Namun, semua hanya akan sama saja ketika masih tetap terkungkung dalam kebiasan. Semua hanya sia-sia apabila bersepakat dengan diri sendiri dulu saja belum terlaksana.

Lepas

Merasa tidak sependapat dengan siapapun. Sepertinya hanya butuh untuk mengalah. Atau sebenarnya belum bisa bersepakat dengan diri sendiri?